Setiap brand dimulai garis start yang berbeda-beda. Ada yang mulai dengan didukung banyak resources, ada juga yang harus mulai dari modal dengkul doang.
Tapi yang jelas mau dimulai dari mana pun kita harus memastikan ada satu hal di dalam brand yang kita bangun, yaitu pertumbuhan yang terukur.
Hal ini sering dilupakan oleh banyak pemilik bisnis yang sedang membangun sebuah brand.
Biasanya para pebisnis udah terlanjur belanja banyak untuk tampilan yang menarik, packaging yang sip, logo yang filosofis, tapi sama sekali gak ngerti cara mengukur keberhasilan branding yang udah dia lakukan.
Bukan hanya berfungsi sebagai kosmetik, keberhasilan branding harus benar-benar terukur.
Merasakan keberadaan brand yang kuat itu mudah kok. Bahkan tanpa acuan data metriks sekali pun kamu bisa tau dengan mudah.
Pertama, kamu bisa dengan mudah mengingat apa benefit yang kamu dapat ketika membeli produk/jasa mereka. Kedua, kamu bisa dengan mudah mengingat iklan mereka. Ketiga, kamu gak mungkin kesulitan untuk mengenali logo mereka. Keempat, bahkan ketika brand ini mengkomunikasikan purpose-nya dengan baik, kamu bisa kenal dengan mudah.
Let’s Play a Game
Visual identity dari brand apa kah ini?
Easy, right? Brand kedua, siap? Ini Tagline dari brand apa?
"Gantinya Ngopi"
Bisa recall dengan mudah kan itu brand apa? Yuk coba brand ketiga. Ini adalah big "WHY" yang membuat brand ini terlahir.
"Kenapa masih sulit mencari parfum yang berkualitas dengan harga terjangkau (di Indonesia)"
Brand pertama jelas–McDonald's–mah brand global yang masih exist sampai sekarang, pasti brandingnya sukses.
Untuk brand kedua–Kopiko–marketing yang dilakukan udah dilakuin di banyak channel dari jaman dulu. Mustahil kalau kita gak inget.
Brand ketiga–HMNS–growthnya gila dan semua ekspresi brand ini disusun secara rapi. Bahkan purpose-nya aja bisa dengan mudah nancep di benak kita.
Kalau kamu bisa jawab 3 brand pada game di atas dengan benar, itu membuktikan bahwa ketiga brand tadi telah memiliki kesuksesan dalam membangun brand di pikiran kamu.
Mengukur Keberhasilan Branding
Mengukur keberhasilan branding sedikit berbeda dengan cara mengukur keberhasilan marketing campaign.
Kalau dalam marketing campaign (terutama dengan digital marketing) kita punya data metriks yang disediakan oleh platform tempat kita beriklan. Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan branding (saja), kita perlu melakukan sedikit interaksi dengan pelanggan kita.
Faktanya adalah branding tidak akan pernah menghasilkan uang (secara langsung).
Perlu marketing strategy yang tepat untuk mengaktivasi semua potensi yang ada. Semua strategi dalam proses branding, perlu dikemas dalam marketing campaign yang relevan. Dengan proses ini kita bisa menciptakan customer experience (CX) yang baik untuk meningkatkan potensi penjualan.
Buat yang belum terlalu akrab dengan diagram sales funnel di atas, secara singkat pada setiap tingkatan diagram ada sebuah langkah untuk menghasilkan penjualan.
Untuk mengukur keberhasilan branding, kita perlu mengetahui bagaimana experience pelanggan kita saat ada di setiap fase tersebut.
1. Fase Awareness
Saat membangun brand, bisa dibilang ini fase paling nelangsa. Fase dimana pelanggan potensial belum peduli dengan apa yang kita bicarakan. Apapun yang kita upload di media sosial, blog, YouTube belum begitu berarti bagi pelanggan potensial.
Fokus pada fase ini ada pada bagaimana mendatangkan orang yang perduli dengan apa yang kita sampaikan dan tawarkan.
Yang perlu kita cari tahu di fase awareness :
Seberapa ingat pelanggan potensial tentang brand kita.
Cara mengukurnya?
Tanyakan ini pada ideal target market yang sudah kamu tentukan pada fase brand strategy:
“Saat membayangkan produk [Isi kategori produk kamu], brand apa saja yang terlintas di pikiran kamu?
Setelah itu, catat jawaban mereka dan tarik data akhir dalam bentuk prosentase, dengan mengkategorikan output jadi 2:
Dua data ini berguna untuk mempelajari kesiapan market menerima aktivitas marketing kita di fase selanjutnya–interest. Selain itu data ini juga bermanfaat untuk menyusun strategi bersaing dengan kompetitor yang dominan disebut oleh mereka.
2. Fase Interest
Funnel tingkat kedua adalah seberapa kenal pelanggan potensial tentang brand-brand yang sudah ia sebut. Banyak sekali data yang perlu kita tangkap di sini.
Awalnya data tersebut bakal tidak beraturan. Tapi ketika dihubungkan satu sama lain, kita bisa mendapatkan kesimpulan, hal apa yang perlu dilakukan untuk membuat pelanggan potensial mengingat brand kita lebih baik lagi.
Yang perlu kita cari tahu di fase interest:
Hal apa yang membuat mereka tertarik dengan brand-brand yang disebutkan.
Cara mengukurnya?
Ajukan pertanyaan:
“Apa saja yang membuat kamu teringat tentang brand-brand tersebut?
Bisa jadi mereka akan menjawab kemasannya unik, mudah didapat, kualitasnya sangat sempurna, layanan pelanggan yang ramah atau layanan purna jual (after sales, contoh: garansi) yang sangat baik.
Tugas kita setelah mendapat jawaban tersebut adalah menggali lebih dalam
Misal mereka berkata customer-nya ramah,
Kita bisa tanya “Bentuk keramahan seperti apa yang dimaksud?”
Data yang kita dapat di fase interest sangat bermanfaat untuk mencari tau sebenarnya apa sih yang jadi alasan mereka mau berinteraksi dan bahkan membeli dari brand kita.
3. Fase Desire
Tingkatan ketiga adalah ketika orang yang sudah kenal berubah jadi benar-benar menginginkan produk kita.
Saat branding kita berhasil, pelanggan potensial tidak akan kesulitan untuk menyebutkan fitur dan benefit dari produk kita, yang bisa jadi sesuai dengan kebutuhan mereka.
Ini bisa jadi acuan kalau komunikasi yang kita susun telah mereka tangkap dengan baik.
Yang perlu kita cari tahu di fase desire:
Apa alasan pelanggan mau membeli produk kita? Fitur apa yang memudahkan mereka? Benefitnya apa untuk hidup mereka?
Cara mengukurnya?
Ajukan pertanyaan, “Apa yang membuat kamu tertarik untuk membeli produk kami dibanding produk sejenis lainnya?”
Jawaban mereka akan bervariasi (jelas)... Tapi yang jadi catatan penting adalah seberapa detail mereka bisa menjabarkan fitur dan benefit dari produk yang kita tanya kepada mereka.
Kalau mereka bisa menghubungkan fitur dan benefit terhadap kondisi yang dia miliki saat ini, berarti komunikasi yang kita lakukan sudah clear dan on point.
4. Fase Action
Action atau sering dibilang sebagai conversion merupakan fase terakhir yang perlu kita ukur. Di sini merupakan tempat orang sudah melakukan keputusan. Data dari fase ini bisa kita manfaatkan untuk menyusun strategi upselling biar penjualan yang terjadi makin banyak.
Yang perlu kita cari tahu di fase action:
Jumlah pelanggan potensial yang membeli (volume).
Value belanja yang terjadi dalam satu waktu.
Cara mengukurnya?
Kalau branding kita berhasil, idealnya data yang ada pada penjualan kita akan meningkat. Terlebih ketika dikombinasikan dengan marketing campaign yang ciamik. Semua jelas akan lebih maksimal.
That's it! Jadi meskipun branding tidak berdampak langsung pada penjualan. Tapi ketika diabaikan, semua experience yang kita berikan bisa berantakan.
Pastikan kalau kamu mau melakukan banyak aktivitas untuk ngebranding, kamu udah punya strategi marketing yang solid ya. Biar apa yang kita invest ke strategi branding bisa segera terasa manfaatnya.
Diskusi Bareng Akarmula
Untuk kamu yang masih ragu tentang seberapa kuat brand kamu, coba sini merapat dulu.
Akarmula siap dengerin keluh kesah tentang pertumbuhan brand kamu. Kalau butuh dibantu memastikan Brand Growth pun bisa kok.
Ambil aja dulu sesi 60 Minutes About Your Brand, di sesi ini kamu bisa konsultasi selama 60 menit, 1 on 1 dan secara FREE!