Siapa yang selama ini mengira kita (manusia) makhluk si paling rasional? Nyatanya, kita sering kesandung keputusan yang salah gara-gara proses berpikir kita terinterupsi dengan hal-hal irasional. Bias kognitif memang lekat dengan kehidupan manusia, namun hal ini ngga selamanya buruk—terutama untuk marketer. Sekarang, mari kita pelajari bias kognitif dalam marketing yang penting untuk kamu para marketer kuasai!
Key takeaways
Akarmula percaya kalian yang baca ini udah sedikit tau tentang apa itu bias kognitif, tapi barangkali belum, kamu bisa baca definisinya di sini ya. Jadi, kita langsung ke topik utama aja biar satset.
Setidaknya ada beberapa bias kognitif dalam marketing yang sudah Akarmula kumpulkan untuk bantu kamu bikin strategi yang efektif & resonate dengan alam bawah sadar audiens.
Ini kecenderungan manusia menetapkan ekspektasi dari info pertama yang dia liat. Kata kuncinya “informasi pertama”. Contoh paling sering dijumpai adalah promo harga coret. Di mana harga awal sebagai anchor, dan harga baru sebagai sesuatu anomali yang menguntungkan.
Formulas:
Coba main ke laman pricingnya Notion atau Spotify. Setiap kali diliat, kita akan segera—dan dengan mudah—tahu mana harga yang paling sweet spot.
Sederhananya, ini tentang cara pengemasan sebuah informasi (framing) akan memengaruhi keputusan/penilaiannya. Hal ini mungkin sering terjadi di kehidupan sehari-hari tapi jarang disadari. Misalnya, kaya kita sering kali sepakat sama orang yang jago negosiasi—yang ngasih POV menarik.
Kalau di marketing, penggunaan yang umum biasanya kaya gini:
Formulas:
Pada dasarnya, manusia enggan menukarkan sesuatu yang sudah dia miliki dengan sesuatu yang sifatnya spekulasi. Kenapa? Karena rasa sakit dari kehilangan lebih besar daripada kesenangan mendapatkannya. Contoh penerapannya seperti ini:
Formulas:
Bias ini tentang kecenderungan orang untuk memilih opsi yang menghilangkan risiko sepenuhnya, walaupun sebenarnya alternatif lain mungkin ngasih hasil lebih baik tapi dengan sedikit risiko. Penerapannya seperti ini:
Formulas:
Gila nggak, ada sebuah brand yang saking berpengaruhnya sampai ngehasilin temuan baru di bidang psikologi. IKEA Effect ini kecenderungan orang untuk lebih menghargai sesuatu yang mereka buat sendiri atau terlibat di dalamnya. Intinya**,** kita punya kesempatan buat bantu calon pelanggan makin puas sama apa yang mereka bikin:
Formulas:
Hopefully setelah membaca artikel ini, kamu bisa gunakan insightnya dengan bijak. Akarmula percaya, marketer yang baik punya prinsipnya sendiri untuk bikin pelanggannya ketemu sama solusi dari kebutuhan mereka.
Karena ini semua tentang makin paham bagaimana manusia berpikir dan merasa. Dengan bias kognitif, kamu bisa membuat brand terasa lebih manusiawi—dan lebih mudah didengar.