fbpx

Bias Kognitif dalam Marketing yang Wajib Dipahami Marketer

April 11, 2025

Siapa yang selama ini mengira kita (manusia) makhluk si paling rasional? Nyatanya, kita sering kesandung keputusan yang salah gara-gara proses berpikir kita terinterupsi dengan hal-hal irasional. Bias kognitif memang lekat dengan kehidupan manusia, namun hal ini ngga selamanya buruk—terutama untuk marketer. Sekarang, mari kita pelajari bias kognitif dalam marketing yang penting untuk kamu para marketer kuasai!

Key takeaways

  • Keputusan manusia sering kali didorong oleh hal-hal irasional
  • 5 bias kognitif yang marketer wajib pahami
  • Bias kognitif bisa membuat brand terasa lebih manusiawi

Akarmula percaya kalian yang baca ini udah sedikit tau tentang apa itu bias kognitif, tapi barangkali belum, kamu bisa baca definisinya di sini ya. Jadi, kita langsung ke topik utama aja biar satset.

5 Bias Kognitif dalam Marketing yang Wajib Dipahami

Setidaknya ada beberapa bias kognitif dalam marketing yang sudah Akarmula kumpulkan untuk bantu kamu bikin strategi yang efektif & resonate dengan alam bawah sadar audiens.

1. Anchoring Bias

Ini kecenderungan manusia menetapkan ekspektasi dari info pertama yang dia liat. Kata kuncinya “informasi pertama”. Contoh paling sering dijumpai adalah promo harga coret. Di mana harga awal sebagai anchor, dan harga baru sebagai sesuatu anomali yang menguntungkan.

Formulas:

  1. Tentukan Anchor (Harga/Informasi Pertama)
  2. Kontraskan dengan Penawaran Utama
  3. Ciptakan Konteks Pembanding
  4. Berikan Framing Positif

Coba main ke laman pricingnya Notion atau Spotify. Setiap kali diliat, kita akan segera—dan dengan mudah—tahu mana harga yang paling sweet spot.

2. Framing Effect

Sederhananya, ini tentang cara pengemasan sebuah informasi (framing) akan memengaruhi keputusan/penilaiannya. Hal ini mungkin sering terjadi di kehidupan sehari-hari tapi jarang disadari. Misalnya, kaya kita sering kali sepakat sama orang yang jago negosiasi—yang ngasih POV menarik.

Kalau di marketing, penggunaan yang umum biasanya kaya gini:

  1. “Opsi smart makanan sehat” bermakna makanan sehat untuk orang smart
  2. “Lebih dari 1000 orang berhasil sembuh” bermakna udah banyak orang melakukan & berhasil

Formulas:

  1. Tentukan Inti Informasi (harga, manfaat, risiko, statistik, dll.).
  2. Tentukan Emosi yang Ingin Dibangun (rasa aman, kepuasan, eksklusivitas, urgensi, optimisme).
  3. Susun Ulang Kalimat agar Mendorong Aksi
    • Gunakan angka & waktu (contoh: “hemat 2 jam/hari”)
    • Gunakan kata konkret & positif
    • Uji versi positif dan negatif jika perlu.
3. Loss Aversion

Pada dasarnya, manusia enggan menukarkan sesuatu yang sudah dia miliki dengan sesuatu yang sifatnya spekulasi. Kenapa? Karena rasa sakit dari kehilangan lebih besar daripada kesenangan mendapatkannya. Contoh penerapannya seperti ini:

  1. SAVE Up to 70% Seseorang → Bisa hemat 70% → Untuk membeli sesuatu.
  2. LIMITED OFFER DISC 50% — Hanya Hari Ini Seseorang → Bisa untung → Jika beli hari ini.
  3. FREE TRIAL 30 Days Sesorang → Bisa coba (sebelum beli) → Selama 30 hari.

Formulas:

  1. Identifikasi Hal yang Dianggap Berharga (uang, status, fasilitas, diskon, waktu, kepemilikan produk).
  2. Bangun Narasi Potensi Kehilangan (“Hangus”, “Kehilangan”, “Tidak bisa diulang”, “Berakhir”).
  3. Beri Tenggat Waktu atau Jumlah.
4. Zero-Risk Bias

Bias ini tentang kecenderungan orang untuk memilih opsi yang menghilangkan risiko sepenuhnya, walaupun sebenarnya alternatif lain mungkin ngasih hasil lebih baik tapi dengan sedikit risiko. Penerapannya seperti ini:

  1. 100% Uang Kembali Jika Tidak Puas dalam 7 Hari Memberi rasa aman total. Orang jadi lebih berani coba karena merasa tidak bisa rugi.
  2. Coba gratis 30 hari. Tanpa kartu kredit. Zero risk → Tidak bayar + tidak terikat + tidak ribet. Orang merasa tidak kehilangan apapun.

Formulas:

  1. Identifikasi Risiko yang Dikhawatirkan (uang, tidak puas, komitmen jangka panjang, proses, hasil).
  2. Bangun Narasi Potensi Kehilangan (“Hangus”, “Kehilangan”, “Tidak bisa diulang”, “Berakhir”).
  3. Komunikasikan yang Clear (”Tanpa risiko”, “Tanpa komitmen”, “Garansi penuh”).
5. IKEA Effect

Gila nggak, ada sebuah brand yang saking berpengaruhnya sampai ngehasilin temuan baru di bidang psikologi. IKEA Effect ini kecenderungan orang untuk lebih menghargai sesuatu yang mereka buat sendiri atau terlibat di dalamnya. Intinya**,** kita punya kesempatan buat bantu calon pelanggan makin puas sama apa yang mereka bikin:

  1. Customizable Products “Buat parfum dengan aroma pilihanmu sendiri!”
  2. Co-Creation “Gabung jadi bagian dari menu baru kami!”

Formulas:

  1. Buka Ruang Partisipasi (merakit, merancang, mengedit).
  2. Dorong Rasa “Ini Buatanku” (“Buatan kamu sendiri”, “Kreasi personal kamu”).
  3. Beri Pengakuan / Panggung
    • Posting hasil user di media sosial
    • Kirim sertifikat digital “creator”
    • Beri badge atau penghargaan.

Heads-Up! Gunakan untuk Mencerahkan, Bukan Menjebak

Hopefully setelah membaca artikel ini, kamu bisa gunakan insightnya dengan bijak. Akarmula percaya, marketer yang baik punya prinsipnya sendiri untuk bikin pelanggannya ketemu sama solusi dari kebutuhan mereka.

Karena ini semua tentang makin paham bagaimana manusia berpikir dan merasa. Dengan bias kognitif, kamu bisa membuat brand terasa lebih manusiawi—dan lebih mudah didengar.

More Insights

All Right Reserved © 2025 Akarmula
arrow-down
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram