Membuat content pillar yang kuat memudahkan kita membangun kehadiran di berbagai platform. Mulai dari konten media sosial, tulisan di blog, sampai topik podcast semua bakal jadi lebih teratur dan konsisten.
Satu hal yang sering jadi kesalahan pemilik brand adalah mengcopy mentah-mentah setiap konten milik brand lain yang “dirasa menarik”. Biasanya kalau melakukan itu, pada akhirnya brand kita bakal kehilangan suaranya dan engagement bakal menurun.
Tapi tenang, hal itu gak akan terjadi kalau kita memulai sebuah konten dengan content pillar yang jelas. Dengan content pillar, semua bakal lebih autentik dan sesuai dengan core message brand kamu sendiri.
Apa jadinya kalau kita gak tau apa yang mau disampaikan? Jelas… pasti bingung. Makanya kita butuh core message.
Apa jadinya kalau statemen kita pada sebuah topik mudah goyah. Jelas… orang bakal anggap kita gak berpendirian. Makanya kita butuh brand voice.
Apa jadinya kalau cara penyampaian kita keliru dan tidak seusai dengan karakter brand yang ingin kita bentuk. Jelas… orang bisa salah tangkap tentang karakter brand kita. Makanya kita butuh tone of voice.
3 hal ini perlu dikombinasikan untuk membuat content pillar yang kuat.
Singkatnya, core message itu komponen paling basic dari content pillar yang mau kita bangun.
Kalau di Akarmula, sebuah brand core message susunannya terdiri dari:
Jadi setiap hal yang ada di sekitar box Core Message (Box warna kuning) adalah apa yang bisa kita sampaikan di setiap konten. Masing-masing bakal kita jodohin sama 5W1H, contoh:
Salah satu visi Akarmula adalah membangun komunitas yang dapat menghubungkan para creative person dan pemilik bisnis.
Terus misalkan kita jodohin sama pertanyaan “kenapa (why)” kami mau melakukan itu.
Jawabannya adalah untuk membangun ekosistem bisnis berbasis kreatif yang saling percaya satu sama lain.
Lalu dari jawaban itu tadi, selanjutnya tinggal kita eksekusi ke dalam bentuk konten dengan copywriting dan layout desain yang disesuaikan.
Apakah udah selesai sampai di situ? Oh tentu belum. Kita harus kenalan juga sama si Brand Voice dan Tone of Voice.
Sama-sama ber-”voice”, tapi bedanya apaan deh?
To make it simple, yang namanya brand voice boleh kita bayangin sebagai sudut pandang unik kita terhadap topik atau nilai-nilai tertentu.
Sedangkan brand tone of voice adalah bagaimana cara brand kita berkomunikasi. Mulai dari pemilihan kata, gaya penyampaian, sampai ke emosional yang digunakan.
Langkah terakhir yang harus kita lakukan adalah mengkombinasikan 3 hal tadi (core message, brand voice, dan brand tone of voice) untuk disesuaikan dengan platform yang mau digunakan dan menentukan bentuk kontennya.
Gak semua platform media sosial bisa pake tone of voice yang sama. Kadang ada platform yang perlu dilunakkan, seperti TikTok misalnya. Kita gak bisa bawa topik serius ke dalam platform ini dengan pembawaan yang serius juga.
Kalau udah gabungin 3 hal (core message, brand voice, dan brand tone of voice) dengan pemilihan platform dna bentuk konten, berarti kita udah masuk ke langkah-langkah membuat editorial plan.
Editorial plan yang rapi dan dibuat sesuai dengan content pillar jadi satu-satunya cara untuk menyampaikan pesan secara autentik dan konsisten.
Ini jadi resep Akarmula saat bikin konten untuk brand partner kami. Bukan hanya comot sana-sini, tapi kita crafting semua dari akarnya.
Semua disesuaikan antara jiwa si brand, mindsetnya, karakternya, dan tindakannya. Pada akhirnya kalau itu dilakukan dan disampaikan secara konsisten, autentisitas sebuah brand akan semakin kuat.
Kalau kamu mau, Akarmula bisa crafting ini semua khusus untuk brand kamu. Obrolin dulu aja di sesi 60 Minutes About Your Brand. Kita susun brand kamu supaya jadi lebih autentik.