Iklan tayang silih berganti. Ada yang mengandung unsur emosional menguras empati, kata-kata jenaka dengan rima senada, atau yang mengandung unsur komedi hingga membuatmu tertawa geli. Dalam dunia pemasaran yang kompetitif, humor marketing bisa menjadi salah satu strategi untuk menarik perhatian, meningkatkan daya ingat, dan membangun hubungan emosional dengan pelanggan. Tapi, apa sebenarnya humor marketing, dan mengapa begitu efektif? Mari kita bahas lebih dalam!
Apa Itu Humor Marketing?
Humor marketing adalah strategi pemasaran yang menggunakan humor atau candaan untuk menarik perhatian audiens, membuat merek lebih diingat, dan membangun hubungan emosional dengan pelanggan. Dengan humor, iklan atau konten menjadi lebih menyenangkan, relatable, dan mudah diingat.
Coba kita ingat-ingat lagi dengan iklan LA Lights sedekade lalu ketika talent ditanya pertanyaan klasik “Kapan Nikah?” di momen kumpul keluarga. Talent menjawab mantap “Mei”. Nyatanya di bagian akhir, kata “Mei” dipelintir menjadi “Maybe Yes… Maybe No”. Kalau kamu tertawa, artinya iklan ini relate dan tepat sasaran. Sampai hari ini, padanan kata maybe yes, maybe no masih kita gunakan untuk menjawab pertanyaan sensitif itu.
Atau masih segar di ingatan kita, iklan Ramayana 2020 yang ikonik. Qasidahan nuansa 90-an yang khas ala Nasida Ria, kepala muncul dari dalam magic jar, plus tema membahagiakan orangtua yang sangat relevan dengan banyak orang menjelang lebaran. Iklan humor marketing memiliki standar estetika tersendiri. Bayangkan, alih-alih melihat iklan biasa, kamu justru tertawa dan merasa terhibur. Itulah yang membuat humor marketing begitu istimewa.
Kenapa Humor Marketing Efektif?
- Menarik Perhatian Di tengah banjirnya iklan serius, humor bisa membuat konten kamu lebih menonjol. Orang cenderung lebih tertarik pada sesuatu yang lucu dan menghibur.
- Meningkatkan Daya Ingat Humor membuat iklan lebih mudah diingat. Siapa yang sampai sekarang masih pakai istilah maybe yes, maybe no atau mengucap Astaghfirullahaladzim dengan intonasi ala Nasida Ria.
- Membangun Koneksi Emosional Humor membuat brand terlihat lebih manusiawi, ramah, dan dekat dengan pelanggan. Ini membantu membangun hubungan emosional yang kuat, selain karena tema yang diangkat juga relateable dengan masalah di masyarakat.
- Meningkatkan Engagement Konten lucu cenderung shareable, baik di media sosial maupun secara langsung. Ini meningkatkan jangkauan dan interaksi secara organik.
Tips Menggunakan Humor Marketing dengan Tepat
- Kenali Audiens & Segmentasi Pasarmu Pastikan humor yang digunakan sesuai dengan usia, selera, budaya, dan nilai-nilai target pasar. Apa yang lucu bagi satu kelompok, belum tentu lucu bagi yang lain.
- Jangan Berlebihan Humor harus tetap sopan, relevan, dan tidak menyinggung siapapun. Jangan sampai candaan kamu justru menimbulkan kontroversi.
- Sederhana dan Jelas humor yang terlalu rumit atau berbelit-belit bisa tidak dipahami oleh audiens. Buatlah humor yang mudah dimengerti dan langsung ke intinya.
- Sesuaikan dengan Brand Humor harus selaras dengan nilai, pesan, dan brand identity yang ingin dibangun. Jangan sampai humor justru menurunkan brand image kamu.
Contoh Brand yang Sukses dengan Strategi Ini
Di kancah global dan lokal, brand berikut ini sukses menggunakan humor dalam kampanye pemasaran mereka:
- Snickers: "You’re Not You When You’re Hungry" Snickers menggunakan humor dengan menunjukkan orang yang berubah jadi "aneh" saat lapar. Misalnya, ada iklan di mana seorang pria berubah jadi penyanyi opera karena lapar. Pesannya sederhana: makan Snickers agar kembali jadi diri sendiri.
- KFC: "FCK" Ketika KFC kehabisan ayam di Inggris, mereka membuat iklan yang cerdas dan lucu. Mereka mengubah logo mereka menjadi "FCK" sebagai bentuk permintaan maaf yang humoris.
- Netflix dengan Tudum dan Relatable Meme/Scene Suara khas ‘tudum’ saat membuka Netflix yang diubah menjadi identitas branding, sering digunakan dalam konten humor mereka. Netflix sering mengambil cuplikan film/serial yang sedang tren dan mengubahnya menjadi meme atau konten lucu yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Kadang, mereka juga sering mengganti profile di bio Instagram dengan kata-kata populer di film/serial yang sedang viral. Ini membuat audiens merasa lebih dekat dengan brand, sekaligus mempromosikan tayangan mereka secara organik.
- Spotify dengan Wrapped Campaign dan Relateable Playlist/meme Spotify Wrapped adalah kampanye tahunan yang merangkum kebiasaan mendengarkan pengguna dengan desain visual menarik dan humor yang self-aware. Misalnya, mereka menyoroti kebiasaan guilty pleasure pengguna dengan teks lucu seperti "Kamu mendengar ‘Sad Songs’ 100x. Kamu baik-baik saja?". Spotify sering membuat nama playlist yang nyeleneh dan relatable, seperti "Songs to Cry in the Shower" atau "It’s 2AM and I’m Overthinking". Mereka juga menggunakan data pengguna secara kreatif untuk bikin meme yang menghibur dan engaging di media sosial.
Kesimpulan
Humor marketing bisa menjadi alat yang sangat efektif jika digunakan dengan tepat. Ini tidak hanya membuat merek lebih menarik dan mudah diingat, tetapi juga membantu membangun hubungan yang lebih dekat dan personal dengan pelanggan. Namun, penting untuk memastikan bahwa humor yang digunakan sesuai dengan audiens dan nilai merek agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau efek negatif.
Jadi, apakah kamu mau mencoba humor marketing untuk campaign brand milikmu? Ingat, tertawa adalah bahasa universal yang bisa menyatukan orang. Gunakan humor dengan bijak, sesuai konteks dan lihatlah bagaimana brand kamu bisa lebih dekat dengan pelanggan!
Agendakan ngobrol bareng brand strategist Akarmula di 60 Minutes About Your Brand biar dapet insight tentang apa yang harus kamu lakukan untuk brand yang sedang kamu bangun!