Orang cukup familiar dengan brand awareness, tapi dari salah satu komen di IG Akarmula waktu itu, ternyata masih ada yang belum paham soal level brand awareness.
Mungkin kita sebagai pemilik brand buru-buru pengen dikenal (walaupun wajar hehe), padahal belum tentu tahu kita sebenarnya lagi ada di tahap mana.
Ini kayak ngobrol sama orang yang baru ketemu, tapi langsung ngomongin yang muluk-muluk—canggung banget, kan?
Nah, kita perlu belajar agar terhindar dari strategi hasil ‘asal tebak’. Jadi, mari kenalan sama 5 tingkatan brand awareness dan apa yang sebaiknya kita lakukan di masing-masing tahap.
Orang Belum Kenal Kita (dan Belum Peduli Juga)
Di tahap ini, audiens belum tahu siapa kita, dan bahkan belum sadar mereka punya masalah yang bisa kita bantu lewat produk.
Ibaratnya, ini adalah titik nol—belum ada rasa, belum ada koneksi.
Apa yang Perlu Dilakukan:
Fokus dulu ke edukasi masalah.
Jangan langsung jualan (ini dalam konteks konten, ya), apalagi promosi. Coba angkat topik yang relevan sama kehidupan mereka. Sadarkan masalah mereka tuh sebenernya di mana.
Contoh:
“Sering capek padahal minim aktivitas? Bisa jadi bukan kurang tidur, tapi kurang nutrisi.”
Konten kayak gini bikin audiens berhenti sebentar dan mikir, “oh masalahnya mungkin di situ, ya?”. Berangkat dari sini, baru deh pelan-pelan masukin brand-mu sebagai solusi.
“Eh, Kayak Pernah Lihat?”
Di fase ini, mereka udah pernah lihat brand kita—mungkin dari iklan, konten, atau campaign yang lewat di feed. Tapi ya gitu... masih sebatas “kenal wajah” (atribut), belum kenal dekat. Nah, kebayang kan, hubungannya seperti apa?
Apa yang Perlu Dilakukan:
Goal-nya bukan bikin mereka ingat detail, tapi bikin mereka ngerasa:
“Oh iya, ini brand yang sering muncul di explore-ku.”
Diingat di Antara Line-Up Sebuah Kategori
Ini adalah momen penting: ketika target market kita lagi butuh sesuatu (sesuatu ini maksudnya kategori produk), dan brand kita masuk di pikiran mereka sebagai salah satu opsi.
Misalnya, mereka cari sebuah kategori “camilan sehat buat anak” lalu ingat brand kita adalah salah satu yang memiliki produk di kategori tersebut.
Apa yang Perlu Dilakukan:
Di fase ini, kita boleh mulai sounding produk lebih jelas, karena mereka udah mulai menghubungkan brand kamu sama kebutuhannya.
Brand Kamu Jadi yang Pertama Terlintas
Ini level di mana brand kita sudah nempel di kepala audiens. Begitu mereka denger satu kategori, brand kita yang pertama disebut. Mereka mungkin tau di kategori itu ada brand lain, tapi brand kita juaranya.
Contoh:
“Kalau ngomongin pasta gigi, gue langsung inget Pepsodent.”
Apa yang Perlu Dilakukan:
Intinya, kamu bikin brand kamu nempel, bukan karena promosi doang, tapi karena relevan terus di momen-momen penting.
Mereka Bukan Cuma Suka, Tapi Ngebelain
Ini fase di mana orang bukan cuma beli ulang, tapi juga jadi “tim sukses” brand kita. Mereka cerita ke temannya, kasih review, bahkan promosiin tanpa kita minta.
Apa yang Perlu Dilakukan:
Kalau mereka udah mulai bilang “aku bangga jadi bagian dari brand ini,” kita nggak cuma dapet awareness—tapi juga pengaruh.
Nah ini paling penting. Daripada nebak-nebak, mending pakai cara yang bisa diukur. Ini beberapa pendekatan yang bisa dipakai:
Tanya ke audiens:
Dari situ, kita bisa petakan:
Cek di Google Trends atau tools serupa:
Kalau nama brand kita mulai naik volumenya, itu sinyal kalau brand kita udah mulai masuk di kepala mereka.
Kalau iya, level awareness-nya udah sampai brand preference.
Setiap brand pasti pengen diingat dan dicari. Tapi kalau kita belum paham posisi kita ada di mana, maka semuanya bisa terasa berat dan mahal.
Dengan paham level awareness, kamu bisa atur strategi yang pas. Bangun edukasi di awal, bangun keakraban di tengah. lalu rawat hubungan di akhir.
Karena dalam branding, yang penting bukan cuma “dikenal,” tapi dikenal dengan tepat, di waktu yang tepat, oleh orang yang tepat.