Sejarah marketing mix sebagai salah satu strategi marketing itu kompleks.
Saya yakin kamu sudah pernah dengar tentang strategi marketing 7P. Strategi ini lah yang sering dikenal dengan nama marketing mix. Sebelum jadi 7P, awalnya strategi ini biasa dikenal dengan nama strategi marketing 4P.
Uniknya, di samping 7P dan 4P, kalau kamu buka mesin pencarian dan ketik "4C dalam marketing", kamu bakal disuguhi dengan versi yang lain dari sebuah strategi marketing mix.
Kenapa berubah-ubah? Kenapa sangat banyak?
Bagaimana sejarah marketing mix ini berkembang?
Mana yang harus kita pakai dalam membangun sebuah brand?
Yuk, kita bahas tuntas.
Tahu kah kamu, pada awalnya di dalam konsep marketing mix ada 12 komponen penyusun!
Dulu di sekitar tahun 1950-an ada pakar marketing bernama Neil Borden. Ia adalah seorang profesor marketing dari Harvard dan sebagai orang pertama yang memperkenalkan embrio dari marketing mix yang berjumlah 12 tadi.
Dari konsep yang dibawa Borden, model lebih ringkas mulai dipakai oleh banyak organisasi di tahun 1960, ini yang kita kenal dengan konsep 4P (Product, Place, Price, dan Promotion).
Komponen pertama dalam 4P of Marketing Mix adalah produk.
Yang dimaksud dengan produk, tentu tidak hanya berupa barang saja. Namun juga berupa jasa yang ditawarkan oleh brand kepada pelanggannya.
Penting bagi sebuah brand yang ingin hidup dalam waktu panjang untuk menciptakan sebuah produk yang tidak hanya sekedar jadi, laku dijual, lalu puas begitu saja.
Sebagai orang yang menumbuhkan brand, kita perlu melakukan iterasi terus menerus agar produk yang ditawarkan semakin sempurna dan benar-benar menjadi solusi atas masalah yang dihadapi pelanggan.
Dalam menentukan harga, tentu nggak bisa sembarangan.
Harga bisa dibilang jadi satu hal yang sangat sensitif. Pelanggan akan membandingkan harga dari produk yang berasal dari berbagai brand. Belum lagi yang namanya faktor harga akan memengaruhi persepsi orang terhadap kualitas.
Dalam hal ini, kita bisa menggunakan beberapa strategi penentuan harga sesuai dengan kesan yang ingin dimunculan dari brand yang kita bangun.
Baca Juga: Cara Menentukan Harga Jual Produk
Promosi offline atau disebut juga dengan promosi konvensional adalah kegiatan promosi yang dilakukan secara tatap muka langsung. Seperti promosi melalui event, memasang billboard, menyebarkan brosur dan sebagainya.
Sedangkan promosi online biasanya disebut dengan digital marketing. Cara ini bisa dilakukan melalui media sosial, website, maupun channel digital lain.
Semakin baik strategi promosi yang kita gunakan, maka semakin bertambah pula peluang kita memenangkan pasar.
Baca Juga: Memanfaatkan Reels Untuk Bisnis, Strategi Marketing Baru Dengan Fitur Kekinian
Produk yang bagus, jika dipasarkan di tempat yang tidak tepat hasilnya tidak akan maksimal.
Tempat akan mendukung produk untuk lebih mudah dikenali oleh calon pelanggan. Oleh karena itu, pemilihan tempat harus pula disesuaikan dengan di mana calon pelanggan banyak menghabiskan waktu.
Simpelnya, kita harus memilih tempat yang strategis agar bisa memaksimalkan kegiatan marketing dan mencapai target yang sudah ditetapkan.
Seperti yang tertulis di awal tadi, sebuah strategi marketing akan terus menyesuaikan keadaan. Di sekitar tahun 1980-an sejarah marketing mix mulai berkembang dan mulai muncul 7P dalam marketing. Ini merupakan upgrade dari 4P yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Dalam konsep yang baru ini ada 3 komponen tambahan, yaitu Physical Evidence, People, dan Process ke dalamnya.
Physical evidence adalah hal-hal yang bisa dilihat oleh calon pelanggan.
Kita sering menilai sesuatu dari segi visualnya dulu. Bahkan kesan premium versus affordable juga bisa tersampaikan dengan merancang komponen physical evidence ini. Wajar kalau sejarah strategi marketing mix akan terus berkembang. Karena kita semua tau semakin ke sini, perkembangan elemen visual juga semakin seru untuk diikuti.
Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai pemilik brand untuk memikirkan desain visual dari brand yang kita bangun. Selain kemasan, titik komunikasi (brand touchpoint) fisik lainnya seperti outlet, kantor, signage, printed material juga mengambil peranan penting di sini.
Orang yang dimaksud di sini adalah semua yang terlibat ke dalam proses pembentukan sebuah brand. Bukan hanya tim kita saja, tapi semua orang di sekitar termasuk pelanggan, suplier, pemegang saham, adalah bagian komponen ini.
Kunci untuk memaksimalkan komponen people di dalam strategi marketing ada pada empati. Bagaimana kita membuat semua aktivitas marketing dapat memberikan benefit pada setiap orang di sekitar kita.
Sejarah marketing mix terbukti selalu mengikuti trend masa kini. Di era sekarang, brand sudah tidak bisa berkomunikasi hanya satu arah saja.
Membangun brand lekat dengan menciptakan interaksi. Interaksi pun bukan hanya sebatas transaksi antara penjual dan pembeli. Tapi interaksi yang melibatkan banyak orang hingga membentuk makna tersendiri atas brand yang kita bangun.
Semua brand ingin menciptakan pengalaman pembelian yang baik bagi pelanggan. Mereka ingin menjamin kepuasan pelanggan dari mulai pemesanan, pelayanan, hingga produk sampai di tangan pelanggan.
Ada satu tips untuk membantu kamu menonjolkan sisi proses ini. Tips tersebut adalah menyediakan layanan purna jual (aftersales) yang sempurna.
Sering kita lihat, brand hanya memberikan layanan sampai ke penjualan saja. Tapi ketika kamu mau ciptakan satu titik tambahan dalam komponen proses—yaitu purna jual—maka nggak menutup kemungkinan pelanggan akan makin jatuh cinta dengan brandmu.
Loh loh loh, apa lagi nih. Sejarah marketing mix terasa benar-benar semakin liar perubahannya. 4C ini bentuk adaptasi lain di dalam marketing mix.
Ya, meskipun berbeda dari konsep 4P atau 7P, tapi bahan dasarnya terasa sama kok. Ibaratnya mau kue apapun yang dibuat seseorang, bahannya pasti itu-itu lagi.
Konsep P dan C terasa memiliki perbedaan dari sudut pandangnya saja. Kalau P berfokus pada brand itu sendiri, konsep 4C berfokus pada customer. Jadi ini konsep yang dipercaya jauh lebih customer centric. Yuk kita coba beda 4 komponen di dalamnya
Dalam konsep 4C, sebelum menawarkan produk kita harus memahami betul siapa yang butuh solusi atas suatu permasalahan. Kita semua sepakat, brand hadir karena ingin menyelesaikan masalah, kan?
Di konsep ini, produk akan disusun berdasarkan analisa terhadap suatu masalah. Dengan begitu diharapkan produk yang kita hadirkan akan lebih mudah untuk cocok dengan segmentasi yang akan kita tuju
Cost dan price itu seperti saudara kembar. Tapi kalau dipahami lebih detail, sebetulnya dua hal ini memiliki perbedaan yang jelas.
Cost artinya biaya yang perlu kita keluarkan. Artinya kita perlu secara detail memerhatikan biaya dalam menjalankan sebuah aktivitas marketing dan membangun sebuah brand.
Cost ini bisa dipecah ke dalam komponen yang lebih kecil, seperti acquisition cost, production cost, marketing cost, dan banyak cost lainnya. Dengan memahami cost secara detail, harapannya kita bisa menyusun harga (price) yang lebih rasional.
Promotion sering diasosiasikan dengan sesuatu yang sifatnya manipulatif. Akhirnya terbentuk lah pengenalan komponen communication di dalam marketing mix 4C. Communication dirasa lebih customer-centric.
Kita bisa sepakat kalau yang namanya konsep komunikasi lebih mementingkan terciptanya sebuah hubungan dua arah antara pelanggan dan penjual.
Ini dia salah satu alasan kenapa di dalam sejarah marketing mix muncul yang namanya komponen communication di dalam marketing mix 4C.
Last but not least, kita ada di yang namanya komponen kemudahan. Pelanggan sekarang benar-benar semakin seperti raja. Kita harus tau betul isi hati mereka. Di mana mereka nyaman untuk berbelanja jadi satu hal yang perlu kita pahami.
Komponen terakhir dalam 4C ini juga sangat relevan dengan kondisi terkini. Dimana sebagai pemilik brand kita perlu muncul di berbagai platform baik itu secara online maupun offline. Tujuannya agar memudahkan pelanggan menemukan solusi yang ada pada produk kita.