“Buku brand strategy apa yang harus aku baca agar bisa membangun brand yang sekuat Apple atau Starbucks?”
Key Takeaways:
Jawabannya, sangat banyak. Banyak sekali.
Sebelum melompat pada kesimpulan itu, lebih baik kita mengerti dulu bahwa brand itu adalah sebuah “kepercayaan” yang kita pegang. Brand lebih dari sekedar logo yang tertempel, lebih dari sekedar warna yang kamu pilih, lebih dari sekedar penggunaan “aku kamu” atau “anda”, brand adalah sebuah ide besar yang sedang kamu coba sampaikan kepada audience melalui pesan-pesan dalam marketing.
Namun, seperti quote dari Warren Buffett,
“It’s good to learn from your mistakes. It’s better to learn from other people's mistakes.”
Kenapa?
Sudah jelas karena resource kita terbatas, tidak mungkin kita harus mencoba segala hal yang mungkin lebih banyak kemungkinan gagalnya pada brand kita. Bisa jadi bisnis kamu akan tutup bahkan sebelum launching produk.
Maka dari itu, se-fleksibel apapun brand strategy, belajar dari keberhasilan dan kegagalan brand lain menjadi hal yang penting untuk kita lakukan.
“Ngapain baca buku, sekarang kan udah banyak konten gratisan buat belajar brand strategy. Ini mah emang penulisnya aja yang nyari untung!”
Sebelum kepikiran ke arah sana coba perhatikan analogi ini. Ketika kamu memiliki sebuah peta harta karun, apakah kamu rela untuk membagikan peta harta karun itu ke orang lain secara cuma-cuma?
Selain itu, mungkin ada orang yang membagikan peta harta karun secara cuma-cuma. Tapi, apakah kamu percaya dengan orang yang membagikan peta harta itu padahal dia sendiri cuma tidak sengaja menemukan peta harta karun atau bahkan belum pernah menemukan sebuah harta kartun sendiri?
Sama dengan sebuah buku, dengan beredarnya banyak konten bite size di media sosial membuat kita merasa sudah mengetahui banyak hal. Namanya konten bite size, artinya konten itu hanyalah kulit dari kulit tentang topik yang dibahas. Media yang sangat terbatas.
Apakah kamu yakin brand strategymu akan berhasil jika hanya mendapat potongan-potongan puzzle?
Think about it!
Jika sudah menyadarinya, silahkan lanjutkan membaca artikel ini karena di sub bab berikutnya kamu akan langsung kami bawa ke rekomendasi buku brand strategy yang layak untuk kamu baca.
Buku ini cocok untuk kamu yang benar-benar baru memulai untuk membangun sebuah brand. Dalam buku ini menjelaskan tentang bagaimana memperkecil “jarak” sebuah brand dengan tampilan visual mereka yang merupakan salah satu elemen penting pada brand strategy.
Buku ini juga yang memberikan sebuah pemahaman bahwa brand itu lebih dari sekedar elemen-elemen penyusunnya. Brand is way bigger than that.
Walaupun tanpa bahasa rumit tentang berbagai teknik brand strategy buku ini tetap bisa membantu kita untuk menjawab 3 pertanyaan besar yang mendasar tentang brand.
Mungkin beberapa di antara kamu saat ini telah memiliki tim untuk membantu kamu menjalankan sebuah bisnis. Namun, pernahkah kamu membayangkan apa jadinya kalau produk yang kamu hasilkan saat ini tidak sebaik produk mu dulu ketika bisnis kamu jalankan sendiri?
Jujur saja, membangun sebuah bisnis bersama orang lain memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Buku ini mencoba membantumu untuk menyelesaikannya.
Martin sadar, branding bukan hanya sebuah aktivitas untuk memengaruhi orang untuk membeli produk kita. Pada buku ini Martin menjelaskan tentang sebuah konsep yang lebih dalam yaitu bagaimana sebuah proses branding ini juga memengaruhi tim yang ada dalam bisnis kita sendiri.
Bayangkan IKEA. Sebuah brand yang sudah bertahan sangat lama dan dikenal menjual perabotan rumah dengan kualitas yang baik dan harganya juga affordable untuk lebih banyak kalangan — sebelum ada IKEA perabotan dengan kualitas baik sangat sulit untuk ditemukan.
Ketika brand ini sudah sangat melekat dengan persepsi seperti itu tiba-tiba berubah, apa yang terjadi?
Akan banyak konsumen yang protes dan mungkin meninggalkan IKEA. Inilah pentingnya untuk memengaruhi orang dalam sebuah brand. Pesan yang ingin disampaikan harus selalu konsisten agar bisnis bisa sustain.
Begitu banyak brand dan begitu banyak informasi yang kita terima setiap harinya. Kamu mungkin sudah jenuh dengan iklan-iklan yang terlalu hard selling dan membuat kamu tidak dapat menikmati waktu santai untuk scrolling di media sosial.
Tapi, akan ada saja sebuah iklan yang kamu nikmati, salah satunya mungkin iklan tentang sebuah brand yang sedang bercerita mengenai alasan mereka membuat produk ini dan ini akan menyelesaikan masalahmu. Benar?
Konsep ini dikenalkan oleh Simon Sinek dengan konsep “The Golden CIrcle”
Menggunakan konsep ini, Simon menjelaskan bahwa sebuah bisnis yang hanya bergantung pada “apa” yang mereka jual akan sulit untuk bertahan karena ketika “apa” itu sudah tidak dibutuhkan. Bisnis itu juga akan jadi tidak dibutuhkan.
Simon mengajak kita menggali lebih dalam ke dalam otak manusia untuk bisa menanamkan pesan yang begitu dalam dengan metode untuk menonjolkan “why” dari sebuah brand.
Salah satu penjelasan Simon Sinek yang terkenal adalah tentang produk Apple. Apple bukanlah perusahaan yang menjual smartphone. Jika Apple adalah perusahaan yang menjual smartphone, maka produk lain seperti macbook, Ipad, dan mac akan tidak laku.
“Itu kan sama-sama gadget pasti masih laku dong?”
Jangan salah, jika ini alasannya, kenapa banyak brand elektronik lain tidak berhasil menjual barang-barang yang sama dengan Apple? Bahkan Apple juga menjual kain lap, loh!
Perbedaannya karena pesan dari brand Apple bukanlah “Aku adalah produsen smartphone terbaik” melainkan “Aku adalah orang yang melawan status quo”.
Apple menawarkan sebuah gagasan untuk menjadi berbeda dengan orang lain. Apple menawarkan sebuah solusi agar kita menjadi lebih kreatif, lebih efektif, lebih pintar, dan lebih modern dari orang-orang kebanyakan.
Pesan ini bukan hanya kata-kata belaka, tapi seperti yang kita tahu produk-produk Apple adalah produk yang pasti berbeda. Ini yang membuat Apple tetap bisa membuat orang mengantri untuk memiliki produknya.
Buku berikutnya mungkin terlihat sangat tidak brand. Jujur saja, memang.
Buku ini bukanlah buku yang menjelaskan tata cara membangun brand, step-by-step untuk membuat logo, atau sebuah buku yang menampilkan cara mudah untuk membuat konten. Buku ini jauh dari semua itu.
Sapiens bicara soal manusia.
Fakta uniknya, penulis buku ini — Yuval, akan melakukan meditasi selama 2 jam sebelum menulis apapun. Bisa kamu bayangkan betapa jernihnya hasil tulisan yang bisa kita dapat dari buku ini.
Lalu kenapa buku ini cocok untuk dibaca saat ingin membuat brand strategy?
Karena buku ini menjelaskan cara agar kita dapat simplify berbagai hal untuk mengerti cara berpikir manusia secara umum.
Satu-satunya hal yang mengaitkan buku ini dengan brand adalah pemahaman bahwa manusia itu hidup dikelilingi oleh hal-hal yang sebenarnya tidak nyata atau fiksi.
Harus kita akui, brand sendiri adalah sesuatu yang fiksi. Kalimat ini akan muncul kembali, brand bukanlah sebuah logo, bukan sebuah color palette, bukan juga sebuah maskot dan ornamen-ornamen kasat mata lainnya.
Brand adalah sebuah persepsi orang tentang suatu produk di dalam pikiran mereka. Ini adalah sesuatu yang sangat abstrak. Setiap orang bisa mempunyai persepsi yang berbeda tentang sebuah brand di kepala mereka, padahal mereka melihat iklan yang sama dan mencoba produk yang sama. Brand adalah persepsi masing-masing individu.
Sudah bisa kamu bayangkan apa yang akan kamu dapat soal branding ketika membaca buku ini?
Silahkan mencoba.
Jika kamu adalah tipe yang lebih senang belajar tentang brand strategy melalui buku biografi seseorang, Shoe Dog yang ditulis oleh Phil Knight — founder brand apparel olahraga paling terkenal di bumi Nike — adalah pilihan yang tepat.
Dalam buku ini Phil menceritakan berbagai kesulitan dan pengalaman nyata yang dihadapi saat membangun Nike.
Masalah-masalah yang sangat umum dihadapi para pebisnis seperti permasalahan pembayaran, pemasok yang sulit untuk diajak kerja sama, hingga pertumbuhan bisnis yang signifikan diceritakan di sini.
Membaca ini mungkin akan membuatmu terinspirasi dan menjadi pencerahan untuk membangun brand yang sekuat Nike.
Berbicara soal brand strategy rasanya kurang lengkap jika tidak membicarakan soal iklan. Sampai saat ini, iklan masih menjadi salah satu media penyebaran pesan secara masif yang efektif untuk dilakukan — jika kita melakukannya dengan benar.
Tidak berlebihan rasanya kalau menyebut David Ogilvy sebagai bapak iklan dunia, Ogilvy adalah orang yang membawa dunia iklan ke era yang lebih modern.
Salah satu iklan paling ikonik adalah “The Man in The Hathaway Shirt”. Silahkan baca detail lengkapnya di sana.
Jika kamu bertanya-tanya apakah ini masih relevan? Pesan yang dibawa Ogilvy masih tetap relevan, terbukti sampai saat ini salah satu agency periklanan terbesar di dunia adalah agensi Ogilvy.
Sebelum menutup artikel ini, kami ingin memberitahu sebuah rahasia yang sangat penting. Masalah brand strategy tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan membaca buku. Kamu akan menemukan banyak masalah ketika mencoba mengimplementasikan ilmu-ilmu yang kamu baca dari sebuah buku.
Kamu akan tetap membutuhkan orang lain untuk mendiskusikan bahkan mempertimbangkan apa yang bisa kamu lakukan sekarang atau harus menunggu terlebih dahulu.
Salah satu caranya adalah dengan memiliki partner yang terpercaya untuk membahas tentang brand.
Untuk itu, Akarmula menyediakan sebuah layanan GRATIS yang bisa kamu gunakan sebagai sarana untuk berdiskusi tentang kegelisahan kamu setelah membaca buku-buku di atas. Kami akan membantu kamu untuk mengurai permasalahan ini.
Lewat 60 Minutes About Your Brand kamu akan mendapatkan diskusi langsung dengan para brand profesional yang sudah berpengalaman di bidangnya. Cukup dengan melakukan booking tanggal untuk diskusi maka kamu bisa menikmati fasilitas ini.
Dapatkan konsultasi gratisnya di sini.