Pernah nggak sih saat menonton sebuah iklan, kamu tertarik dengan cerita dan alurnya yang bikin kamu larut dan menyimaknya sampai habis? Atau kamu pernah tertarik dengan suatu brand karena narasinya yang menarik? Itu yang namanya storytelling dalam marketing.
Key Takeaways
Storytelling dalam marketing itu suatu hal yang cukup umum digunakan oleh brand untuk memasarkan produknya dalam situasi tertentu maupun untuk jangka panjang. Storytelling yang sukses tentu akan menggugah hati audiens dan melekat di pikiran konsumen.
Contohnya, iklan sirup Marjan yang hadir di setiap bulan Ramadhan. Iklan-iklan Marjan selalu membawa kisah yang menarik dan menjadi ciri khas dari brand tersebut.
Dalam artikel ini, Akarmula bakal bahas tentang storytelling dalam marketing, elemen, dan cara meramunya. Pastikan baca artikel ini sampai habis, ya!
Sebelum bahas jauh nih, kita perlu tahu dulu apa sih storytelling dalam marketing? Coba kita kupas satu-satu dulu.
Storytelling itu sebuah proses dengan menggunakan fakta yang ada dan dinarasikan untuk mengomunikasikan sebuah pesan ke audiens. Biasanya, narasi yang diceritakan itu faktual dan sebagian diberi bumbu yang imajinatif atau diimprovisasi agar pesan yang disampaikan melekat di hati audiens.
Sementara, storytelling dalam marketing itu suatu cara yang digunakan untuk mengomunikasikan pesan agar audiens tergugah hatinya sehingga memengaruhi keputusan mereka melalui cerita yang disampaikan oleh brand.
Tidak hanya itu, storytelling dalam marketing juga digunakan untuk mengedukasi audiens tentang apa yang bikin produk tersebut bakal memenuhi kebutuhan calon konsumennya dengan cara yang mudah diterima.
Setelah mengetahui apa itu storytelling dalam marketing, sekarang muncul pertanyaan nih, apakah storytelling dalam marketing itu memang efektif? Kita kupas perlahan-lahan.
Dengan menggunakan storytelling dalam penerapan marketing, audiens bakal lebih mudah mengingat produk atau brandmu. Karena, manusia itu lebih mudah mengingat dengan sesuatu yang dapat mengikat secara emosional.
Selain itu, ternyata Paul J. Zak dalam tulisannya di Harvard Business Review menyebutkan jika storytelling dapat memotivasi maupun memengaruhi tindakan seseorang. Karena untuk memotivasi seseorang agar melakukan tindakan yang kita harapkan, perlu adanya cerita yang meraih perhatian dan menangkap emosi audiens agar mereka merasakan hal yang serupa.
Tahu nggak sih kalau saat otak mendengar suatu cerita, neuron-nya bakal terpicu agar sejalan dengan pemikiran dari pembicara maupun tokoh dalam cerita tersebut? Fenomena ini disebut sebagai “neural coupling”. Oleh karena itu, storytelling dapat memengaruhi perilaku konsumen tergantung dari cara storytelling dan siapa yang membawakannya.
Pada dasarnya, ada beberapa elemen penting yang wajib ada dalam menerapkan storytelling untuk marketing, antara lain:
Elemen penting pertama yang wajib adalah personalized atau personalisasi. Personalisasi ini suatu cara gimana agar kita dapat menyesuaikan pengalaman maupun komunikasi dari informasi tentang seseorang atau target audiens.
Selain jadi paham apa yang diinginkan audiens, kamu juga bisa menawarkan pengalaman yang sesuai dengan audiensmu.
Biasanya, personalisasi ini didapat dari apa sih masalah yang dihadapi target pasarmu. Dari situ, kamu bisa menceritakan sesuatu yang juga dirasakan audiens sekaligus menceritakan apa solusi yang bisnismu tawarkan. Tentunya didukung dengan narasi yang kuat.
Untuk menciptakan narasi yang kuat, kamu perlu memasukkan emosi ke dalam cerita yang kamu ciptakan. Elemen emosi ini tentunya bertujuan untuk menumbuhkan empati dari audiens yang emosinya sudah terpengaruh.
Dengan menyenggol sisi emosional audiens, kamu juga dapat memengaruhi keputusan pembelian mereka. Tentunya ini berkat cerita yang kuat dan faktual yang dapat diterima oleh audiens.
Untuk membuat cerita yang kamu ciptakan faktual dan semakin kuat, tentunya kamu membutuhkan data. Data ini ternyata penting untuk meyakinkan audiens kalau storytelling yang brandmu sampaikan itu benar.
Data ini bisa kamu dapatkan dari riset pasar, survei, sampai melihat perkembangan industri dan isu yang berkembang. Contohnya untuk menceritakan bagaimana pentingnya air purifier, kamu perlu menceritakan jika kualitas udara saat ini buruk bagi kesehatan, didukung dengan data faktual terkait kondisi kualitas udara dan dampaknya.
Setelah memahami elemen-elemen penting dalam storytelling, saatnya kita meramunya ke dalam marketing. Kira-kira, apa sih formulanya? Ternyata formulanya adalah Discover > Learn >Try > Advocate. Mau tahu isinya apa aja? Kita ulas satu-satu.
Fase pertama yang perlu kamu lakukan adalah bikin audiens penasaran untuk menjelajahi lebih dalam tentang brandmu. Saat membuat cerita untuk marketing storytelling, kita perlu perhatikan juga nih effort dan waktu yang dikeluarkan audiens.
Oleh karena itu kita perlu kemas cerita kenapa audiens kudu cari tahu lebih lanjut tentang brandmu. Ini mulai dari apa sih pengalaman audiens yang brandmu juga relate. Jika dikemas dengan benar, audiens bakal nyambung dengan brandmu dan cari tahu soal apa yang ditawarkan sama brandmu.
Selanjutnya, kamu perlu mencuri hati calon konsumen dengan berikan kepercayaan dan kredibilitas. Kamu tentu sering lihat iklan dari brand lain yang suka cerita kalau mereka bisa bantu menurunkan berat badan hanya dalam sehari dan semacamnya.
Sekilas memang dapat menggoda calon konsumen, tetapi, cerita seperti itu jika faktanya tidak teruji justru akan menurunkan kepercayaan konsumen terhadap brand tersebut.
Biar konsumen percaya, coba bangun cerita bahwa apa yang brandmu janjikan itu valid, tetapi diceritakan dengan gaya yang meyakinkan, seperti menggunakan expert untuk menceritakannya.
Selain itu, brandmu juga perlu transparan. Selain transparan dalam cerita, brandmu perlu transparan dengan memberikan audiens produk tester atau free trial.
Saat mencari sosok yang tepat sebagai storyteller untuk brandmu, mungkin ada yang berpikiran kalau kita perlu endorse influencer. Namun, ternyata kamu bisa mengandalkan audiens untuk menceritakan brandmu.
Caranya, kamu biarkan mereka memberikan ulasan positif maupun negatif untuk brandmu di berbagai media. Ulasan positif tentu akan meningkatkan reputasi brand sekaligus mencuri kepercayaan calon konsumen agar mau mencoba produkmu.
Sementara, ulasan negatif bisa kamu jadikan evaluasi dan kamu tanggapi dengan positif. Respons ini tentu akan memunculkan kesan bahwa brandmu terbuka dengan masukan dari konsumen dan mau berbenah diri.
Ingat, best advisor for your brand is your own consumer.
Sudah siap naikin level storytelling marketing untuk brandmu? Sekarang Akarmula kasih 5 tips yang bisa Kamu terapkan!
Tips pertama yang perlu kamu ketahui untuk naikin level storytelling dalam marketingmu adalah dengan mengenali audiensmu dulu.
Cari tahunya lewat banyak hal nih, mulai dari target market, pahami pain point-nya, demografinya, dan apa aja preferensinya. Dari situ, kamu bisa nih tentuin tujuan dari storytelling-mu.
Dengan mengenali audiensmu, Kamu jadi tahu apa tujuanmu bercerita, apakah kamu ingin langsung jualan, atau memberi validasi terhadap apa yang dirasakan audiens, atau justru ingin sekadar membuat audiens jatuh cinta dulu.
Untuk yang ini, sudah pasti semua orang tahu kalau suatu cerita ada pembuka, isi, dan penutup. Komponen ini penting untuk memastikan cerita yang kamu buat bakal enak dibaca audiens.
Untuk storytelling dalam marketing, pembuka itu buat menunjukkan pain points atau yang dirasakan audiens tanpa produkmu. Selanjutnya, isi biasanya berisi solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan pain points tersebut. Terakhir, penutup adalah bagaimana hidup audiens setelah menggunakan produkmu dan terbebas dari masalah yang dihadapi.
Saat bercerita, ingat jika audiensmu adalah manusia juga. Oleh karena itu, kamu perlu bercerita dengan tone of voice yang natural biar nggak dikira robot atau terlalu kaku. Tentunya ini bakal bikin ceritamu makin otentik.
Gimana sih caranya agar ceritamu tetap otentik? Tulis cerita dengan gaya bahasa seakan-akan Kamu lagi ngobrol, gunakan bahasa percakapan sehari-hari, dan nggak perlu kudu nurut terus sama grammar maupun KBBI.
Konsisten adalah kunci dan repetisi yang bikin kamu diingat. Konsisten untuk memiliki core message yang sama di setiap campaign agar audiens mudah mengingat brandmu dengan gampang.
Contohnya kaya Teh Botol Sosro. Mau di iklan manapun dan kapanpun, mereka selalu membawa pesan “apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro”.