Ternyata psikologi dalam marketing sebermanfaat itu. Produk bagus kalau marketingnya nggak perhatiin ranah kognitif pelanggan, bisa flop. Budget berlimpah juga nggak jadi jaminan marketingnya bakal berhasil.
Buat kamu yang ingin lebih mudah berkomunikasi dengan alam tak sadar pelanggan—yes, nanti kita bedah kenapa harus alam tak sadar—kamu harus baca tulisan ini sampai habis.
Tanpa basa-basi lagi, langsung aja yuk kita ngobrolin gimana menginfus tips-tips psikologi dalam marketing.
Key takeaways:
Mungkin kamu udah nggak asing dengan yang namanya hipnosis. Ini adalah sebuah tindakan untuk menginduksi (merangsang) alam tak sadar supaya seseorang melakukan sesuatu yang kita harapkan.
Saat kita dalam pengaruh hipnosis, alam sadar (conscious mind) ada dalam kondisi rileks. Dia tetap aktif, hanya saja seperti sedang duduk di kursi penumpang. Saat ini terjadi, pelaku hipnosis dapat berinteraksi dengan alam tak sadar (subconscious mind) seseorang.
Alam tak sadar bersifat lugu (innocent). Ia tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang salah. Ketika disentuh, orang cenderung mau-mau saja untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan. Selain itu alam tak sadar juga sifatnya impulsif—tidak pikir panjang.
Ngeri? Memang. Itu dia kenapa teknik ini sebaiknya digunakan untuk hal-hal yang membawa kebaikan. Salah satunya seperti penerapan psikologi dalam marketing.
Seperti yang sudah Karmin ceritakan tadi, alam tak sadar bersifat lugu dan biasanya impulsif. Bayangkan seperti anak-anak. Ya, kurang lebih pengaruh hipnosis adalah seperti itu.
Seperti yang kita tau, berkomunikasi dengan anak-anak tidak seharusnya dengan cara yang rumit. Anak-anak mau mendengarkan atau bahkan melakukan sesuatu ketika instruksinya singkat, padat, dan jelas. Ini yang jadi alasan kenapa copywriting dalam marketing itu penting. Makin singkat, padat, dan jelas, maka makin mudah untuk berkomunikasi dengan alam tak sadar.
Ada beberapa tips yang bisa kamu lakukan untuk mulai menginfus teknik psikologi dalam marketing
Meskipun banyak yang ingin kamu sampaikan, coba untuk rangkum hal tersebut dan buat pesannya agar lebih simpel. Alam tak sadar suka hal yang sederhana. Satu pesan per satu aktivitas pemasaran.
Alam tak sadar itu seperti anak kecil. Mereka penuh dengan ke-aku-an. Ketika berbicara dengan kata ganti orang kedua seperti kamu dan Anda, semua jadi terasa personal. Meskipun pesanmu dibaca banyak orang, tapi si pembaca akan menganggap itu menjadi personal untuk dirinya saja.
Insting paling dasar dari manusia adalah bertahan hidup. Cara manusia bertahan hidup sebetulnya hanya ada dua: menghindari sengsara dan mencari nikmat.
Saat kamu menyusun pesan pemasaran, fokus pada komunikasi tentang dua hal ini.
Pernahkah terpikir sama kamu kenapa doa-doa dan mantra dari berbagai agama maupun ajaran lainnya biasanya menggunakan pola pengulangan?
Begitu juga dengan penulisan rima. Kata-kata berima menjadi lebih enak untuk dibaca. Lagi-lagi tujuannya satu, membuat otak kita menjadi rileks. Ketika rileks, komunikasi dengan alam tak sadar terbuka.
Pernahkah kamu mempertanyakan, kenapa dulu jaman iklan televisi ada iklan yang diulang-ulang sebanyak tiga kali? Bukan karena mau menghabiskan durasi. Tapi itu merupakan penerapan dari tips ke-4 dan kombinasi aturan-tiga-saja.
Otak kita suka hal yang berpola. Ketika polanya terdiri dari 3 urutan, dia menjadi jauh lebih nyaman.
Di fotografi, ada aturan rule of third. Dalam stand up comedy ada aturan rule of three. Dalam memulai sesuatu, biasanya dihitung dengan Satu. Dua. Tiga
Kali ini Karmin mau bagi beberapa bentuk penerapan langsung dari apa yang sudah kamu pahami. Banyak brand-brand besar sudah pakai strategi ini. Jadi kamu bisa mulai menerapkannya juga.
Ini biasanya diterapkan untuk menentukan pricing sebuah penawaran. Ingat Starbucks, dia punya ukuran Tall ($2.95), Grande ($3.65), dan Venti ($4.15).
Perhatikan, kita selalu ditawari 3 opsi kemasan. Ini menggunakan tips yang ke-5, yaitu aturan-tiga-saja.
Bayangkan kalau opsinya hanya ada dua: Tall ($2.95) dan Grande ($3.65). Besar kemungkinan orang akan memilih yang kemasan Tall karena lebih ekonomis. Tapi lihat jika ada tiga harga.
Tall ($2.95), Grande ($3.65), dan Venti ($4.15). Besar kemungkinan orang akan memilih Grande karena terasa lebih menguntungkan.
Ini penerapan psikologi dalam marketing yang fokus untuk berkomunikasi pada keinginan atau ketakutan. Saat menyusun strategi marketing, kita perlu tahu dulu apa yang membuat seseorang tergerak. Fear dan desire-nya apa.
Contohnya adalah orang yang sedang diet. Mereka biasanya fokus pada pemilihan makanan yang kaya nutrisi. Ketika kamu sedang diet dan disuruh memilih antara makanan yang tulisannya:
20% Fat versus 80% Fat-free kamu akan nyaman memilih yang mana? Besar kemungkinan opsi ke-2. Hal ini terjadi karena orang yang diet menghindari lemak berlebih.
Kamu mungkin sudah akrab dengan istilah ini. Yes, kondisi yang bikin orang langsung melakukan sesuatu secara singkat. Penerapannya bisa dengan cara membuat sesuatu lebih urgent, seperti: Flash Sale, menyematkan timer di dalam promo, menggunakan kata “besok harga naik”.
Setiap orang ingin diterima oleh sebuah kelompok. Ya gimana, namanya juga manusia makhkluk sosial, kan? Ini adalah sebuah penerapan psikologi dalam marketing yang hampir mirip dengan FOMO.
Kalau FOMO bisa berfokus pada cara kita membuat segala sesuatu menjadi urgent. Di penerapan yang satu ini kita membuat pelanggan merasa ingin menjadi bagian dari suatu kelompok. Untuk memudahkan efek ini terjadi biasanya marketer fokus untuk menciptakan yang namanya User Generated Content (UGC).
Manusia mengambil keputusan dengan melewati proses berpikir. Hal ini yang menjadi dasar kenapa memahami dan menerapkan psikologi dalam marketing dapat membantu sebuah bisnis bisa bertransaksi lebih banyak.
Kalau kamu tertarik untuk menyusun strategi marketing yang menerapkan berbagai formula yang ada di tulisan kali ini, Akarmula bisa membantumu. Mulai aja dulu dengan mengikuti sesi sharing 1:1 bareng Brand Strategist Akarmula di 60 Minutes About Your Brand. Jadwalnya bisa kamu pilih sendiri di sini. Sampai jumpa!