Saat bicara mengembangkan brand, sebagian dari kita mungkin akan berpikir untuk membuka cabang, mengeluarkan produk baru, atau promosi besar-besaran. Namun, menentukan brand architecture yang tepat ternyata menjadi langkah awal untuk mempersiapkan brand kita menjadi lebih besar.
Key Takeaways
Brand architecture yang tepat membantu pemilik brand untuk memastikan setiap portfolio di dalam brandnya saling terhubung dan saling menguatkan. Nggak cuma itu, brand architecture ternyata bisa bantu naikin omzet dan brand equity.
Meskipun terlihat menarik, tetapi membangun brand architecture sendiri tidak semudah membalikkan telapak tangan. Akan ada berbagai hal yang perlu kamu pertimbangkan.
Di tulisan ini kita akan cari tahu tentang cara menentukan brand architecture, kapan waktu yang tepat, jenis-jenis brand architecture. Kita juga bakal cari tahu kemudahan apa saja yang bisa kita dapatkan ketika memiliki brand architecture yang rapi, yang kuat.
Tanpa berlama-lama lagi, kita kupas satu persatu. Jadi, baca sampai habis, ya!
Sebelum melangkah terlalu jauh, kita perlu tahu dulu apa sih brand architecture itu? Singkatnya, suatu entitas bisnis dapat memiliki lebih dari satu brand. Namun, tidak sesimpel itu.
Jadi, brand architecture itu adalah kerangka organisasional yang dipakai sama bisnis buat mengatur brand, sub-brand, produk, dan layanan mereka. Kerangka ini yang bakal membantu bisnis dalam mendefinisikan kedalaman dari sebuah brand.
Lewat brand architecture ini, brand dapat mengembangkan strategi marketing, mengidentifikasi peluang, dan memastikan penawaran brandmu sampai pada konsumen yang tepat.
Ini penting agar ketika bisnis memiliki berbagai brand, bisnis tersebut tidak kehilangan jati dirinya. Brand tersebut juga mampu mempertahankan maupun mendapatkan kepercayaan dari pelanggan.
Jadi, bisa dibilang kalau brand architecture itu cara perusahaan untuk merancang dan mengatur berbagai brand serta produk mereka secara keseluruhan.
Biasanya, brand architecture juga bertindak sebagai pondasi untuk brand identity, guideline, brand story, dan menemukan potensi untuk meningkatkan brand awareness maupun cross-promotion.
Makanya saat suatu bisnis ingin membuat brand atau produk baru, mereka harus memahami di mana posisi dari brand atau produk tersebut dalam bisnis, yang mana mereka harus menentukan brand architecture-nya.
Analoginya seperti ini, bayangin kalau bisnismu itu sebuah rumah, sedangkan brand itu ruangan dan furniture-nya. Kira-kira dalam rumah tersebut, kamu akan meletakkan masing-masing brand di mana? Apa saja peran dari brand tersebut di dalam rumah? Dan bagaimana hubungan antara brand tersebut dengan brand lain jika ada?
Jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut nantinya bakal memberikan gambaran dalam menentukan brand architecture yang tepat untuk bisnismu.
Lalu, kapan sih sebuah bisnis kudu mengembangkan brand architecture? Sebenarnya, nggak ada patokan yang pasti kapan suatu brand harus membentuk brand architecture. Namun, ada beberapa momen yang bisa kamu pertimbangkan sebagai waktu yang tepat untuk membangun brand architecture
Momen pertama adalah saat kamu ingin mengenalkan produk atau layanan baru. Dalam kasus ini, bisnismu memiliki berbagai produk atau layanan baru dengan menyasar target pasar yang sedikit berbeda dari pelangganmu saat ini.
Agar brandmu tidak kehilangan jati diri karena menyasar target pasar yang berbeda, maka membangun brand architecture diperlukan untuk membantu perusahaan mengembangkan sayapnya tanpa merusak brand yang sudah dimiliki.
Contoh paling gampangnya adalah industri penerbangan komersil. Kita kenal Garuda Indonesia sebagai salah satu maskapai penerbangan yang premium di Indonesia. Untuk menyasar target market yang berbeda sekaligus mengembangkan bisnisnya, Garuda Indonesia membentuk Citilink, salah satu maskapai penerbangan bertarif rendah yang masih berada di bawah Garuda Indonesia.
Momen lain yang bisa kamu pertimbangkan untuk mengembangkan brand architecture adalah saat kamu merencanakan rebranding untuk bisnismu. Rebranding itu sendiri bukanlah hal yang mudah dan bisa berisiko bagi bisnismu jika dilakukan secara asal-asalan.
Saat kamu mengaudit brand sebelum melakukan rebranding, mungkin kamu akan menemukan insight kalau membangun brand architecture menjadi langkah yang tepat kalau ingin membuat bisnismu menjadi lebih fresh.
Salah satu momen lain yang bisa kamu pertimbangkan untuk mengembangkan brand architecture adalah saat bisnismu berkembang dengan sangat pesat.
Saat bisnismu bertumbuh dengan pesat, tentu kamu ingin memanfaatkan segala peluang yang ada dengan mengembangkan sayap dan menjangkau pasar yang lebih luas serta berbagai diferensiasi produk. Agar brandmu tetap kuat dan konsisten, di sini kamu memerlukan brand architecture.
Untuk yang ini, kita bisa temukan di beberapa bisnis F&B. Saat beberapa brand F&B yang berkembang pesat, mereka akan mengenalkan brand baru yang menawarkan menu produk lain, misalnya minuman atau es krim, di bawah naungan bisnis tersebut.
Meskipun tidak ada waktu yang paten kapan harus mengembangkan brand architecture, tetapi kamu harus tetap rutin mengevaluasi brand architecture dari bisnismu. After all, developing brand architecture is an ongoing process, not a one-time event.
Ada berbagai jenis-jenis brand architecture yang digunakan dalam bisnis. Umumnya, ada empat jenis brand architecture yang sering digunakan oleh banyak perusahaan. Apa saja, kita ulas satu persatu.
Pertama ada branded house architecture. Jenis brand architecture ini mengombinasikan berbagai brand dalam satu payung brand. Ini memanfaatkan brand utama yang sudah settle dan well-established.
Di sini, branded house fungsinya untuk menargetkan segmen audiens yang berbeda untuk menjangkau pasar yang lebih luas sekaligus meningkatkan cuan.
Branded house ini jadi strategi yang mencakup semuanya, memberikan ruang bagi brand untuk tumbuh dan memasarkan dirinya sendiri. Namun, mereka tetap beroperasi dengan mematuhi guideline dan strategi dari bisnis secara keseluruhan.
Branded house sendiri dibagi menjadi dua, yaitu monolithic dan sub-brand. Apa bedanya?
Dalam monolithic, model ini menggunakan brand utama atau master brand di seluruh aktivitas atau brand architecture dan digunakan bersama dengan produk. Model ini tidak memiliki sub-brand tetapi menggunakan penjelas atau deskripsi untuk mengindikasikan divisi bisnis dari brand tersebut.
Salah satu contohnya adalah Heinz. Di sini, Heinz punya berbagai produk, mulai dari saus, mustard, cuka apel, sampai acar. Masing-masing produk tersebut diproduksi oleh lini produksi yang berbeda, tetapi mereka tetap di bawah satu brand, yaitu Heinz.
Sedangkan pada sub-brand, master brand memayungi berbagai entitas produk atau layanan dari bisnis tersebut. Meskipun brand identity-nya masih terikat dengan master brand, tetapi mereka sudah menjadi divisi atau entitas bisnis yang berbeda di bawah master brand.
Salah satu contohnya adalah Apple. Dalam brand Apple, mereka memiliki sub-brand, seperti Apple TV, iPhone, Apple Music, iPad, dan iMac. Meskipun mereka berada di dalam satu brand besar Apple, tetapi masing-masing dari mereka bergerak sebagai brand tersendiri.
Jenis brand architecture selanjutnya adalah house of brands. Dari namanya, kita mungkin bakal mengira ini serupa dengan branded house, padahal baik house of brands dan branded house memiliki perbedaan besar.
Kalau branded house mengombinasikan berbagai brand dalam satu payung master brand, house of brands justru memberikan kebebasan setiap brand untuk bersinar dibandingkan harus mengikuti master brand.
Lewat cara ini, masing-masing brand bisa mendapatkan highlight karena brand identity, brand voice, bahkan brand positioning mereka berbeda dengan master brand. Oleh karena itu, masing-masing brand architecture juga memiliki strategi marketing dan target pasar yang berbeda juga.
Biasanya, jenis brand architecture ini digunakan oleh perusahaan atau master brand yang sudah besar dengan reputasi global. Ini karena house of brands sendiri merupakan jenis brand architecture yang cukup kompleks karena terdiri dari brand yang berbeda-beda.
Salah satu contohnya adalah Unilever. Kita kenal Unilever sebagai salah satu company atau master brand yang memproduksi berbagai produk yang kita pakai. Di bawah Unilever, ada berbagai brand nih, seperti Dove, Lipton, Pepsodent, sampai es krim Walls.
Kalau diibaratkan, branded house ini seperti pusat perbelanjaan, yang mana di dalamnya ada berbagai lapak, mulai dari yang jualan baju, makanan, sampai perabotan. Namun, semua lapak tersebut dimiliki oleh pusat perbelanjaan tersebut meskipun yang jual berbeda-beda.
Selanjutnya, ada jenis brand architecture hybrid brand. Sesuai namanya, hybrid brand menggabungkan branded house dan house of brands dalam suatu sistem brand architecture. Tujuannya agar setiap sub-brand memiliki gaya yang serupa dengan master brand tetapi tetap memiliki brand identity yang berbeda
Umumnya, jenis brand architecture hybrid sesekali bakal menggunakan master brand dalam strategi marketing maupun branding mereka. Namun, sering juga master brand dan sub-brand menggunakan branding yang berbeda.
Biasanya, hybrid brand digunakan oleh bisnis yang baru saja mengakuisisi suatu brand atau saat mereka ingin menyasar target audiens yang berbeda.
Salah satu brand yang menggunakan jenis hybrid brand adalah Marriott Bonvoy. Mereka memiliki portfolio brand yang luas, seperti Marriott dan Ritz-Carlton untuk brand hotel mewah kelas atas, lalu ada Four Points untuk hotel yang sedikit lebih terjangkau dibandingkan Ritz-Carlton.
Terakhir ada endorsed brand. Jenis brand architecture ini berfokus pada sistem, yang mana sub-brand di-”endorse” oleh master brand sehingga baik master brand dan sub-brand saling terasosiasi.
Sekilas, endorse brand sedikit mirip dengan house of brands. Namun, perbedaannya terletak dari bagaimana setiap sub-brand memiliki logo, brand identity, dan strategi branding yang berbeda-beda dan peran master brand adalah memberikan kesan kepada target pasar bahwa produk dari brand tersebut berasal dari master brand.
Bisa dibilang, master brand ini ngasih “cap/stempel” ke setiap sub-brand yang ada sehingga audiens dapat dengan mudah menerima produk dari sub-brand tersebut. Oleh karena itu, endorsed brand sering digunakan oleh bisnis yang sudah besar dengan brand awareness dan brand equity yang kuat.
Salah satu contohnya adalah Nestle. Di bawah Nestle terdapat berbagai brand, seperti KitKat, Milo, Dancow, sampai Koko Krunch. Masing-masing brand tersebut memasang logo Nestle ke dalam brand identity mereka meskipun setiap brand memiliki branding yang berbeda.
Lalu, kenapa sih suatu bisnis kudu mempertimbangkan untuk membangun brand architecture?
Seperti yang kita tahu, brand adalah cara orang memandang bisnismu di manapun mereka berinteraksi dengan usaha yang kamu miliki. Karena brand bergantung pada persepsi orang lain, maka suatu brand harus dapat dipercaya oleh audiens secara luas.
Umumnya, audiens bakal mengenali sebuah produk melalui nama brand, warna, logo, atau gaya visual. Saat bisnismu semakin berkembang dan ingin menawarkan berbagai produk atau layanan baru, kamu bakal memerlukan brand architecture.
Tujuan dari brand architecture sendiri adalah untuk membantu audiens mengenali dan memahami apa saja yang bisnismu tawarkan dan produk apa yang tepat bagi mereka. Ini bakal membuat mereka nggak kebingungan karena mereka tahu apa yang mereka butuhkan dari brandmu.
Selain itu, brand architecture ini juga bakal bermanfaat dalam merencanakan langkah bisnismu secara jangka panjang.
Analoginya seperti ini, kamu lagi pengin membangun sebuah rumah nih dan kamu punya bayangan di masa depan mau bikin mini bar, tetapi kamu belum ingin membangun mini bar sekarang.
Karena itu, kamu bilang ke arsitek nih kalau kamu punya rencana buat bangun mini bar di rumah nantinya. Nanti, arsitek bakal ngedesain rumah dengan space yang sesuai untuk minibar dan sistem penataan outlet listrik yang dekat dengan mini bar tersebut. Ini bakal memudahkan kamu saat sudah memutuskan untuk membangun mini bar.
Nggak cuma itu, dengan membangun brand architecture yang kuat, brandmu juga dapat meningkatkan brand equity dari brand tersebut. Setiap sub-brand yang tumbuh dan diterima oleh target pasar bakal meningkatkan keberadaan dari master brand-nya. Ini bakal bikin master brand dapat melakukan ekspansi dan menjangkau target pasar secara lebih luas.
Namun yang perlu kamu ingat, membangun brand architecture itu butuh pertimbangan yang sangat matang. So, take your time to think about it
Tadi kita sempat singgung kalau membangun brand architecture butuh berbagai pertimbangan yang matang. Untuk memastikan apakah bisnismu sudah memerlukan brand architecture dan apa jenis brand architecture yang tepat, ada beberapa pertanyaan yang perlu kamu jawab. Pertanyaan tersebut, antara lain:
Sebuah brand architecture itu harus mampu menambah dan meningkatkan value dari produk atau layanan yang udah ada sembari mencapai sinergi untuk meningkatkan portfolio dari setiap brand.
Oleh karena itu, pemilik bisnis dan brand manager wajib banget buat memantau dan meninjau gimana brand architecture yang ada dalam bisnis saat ini secara reguler. Nggak cuma meninjau, kamu juga perlu menyesuaikan kalau ada kebutuhan atau perubahan dalam tren.
Ingat, brand architecture itu dinamis mengikuti tren, nggak cuma statis dan lurus terus.
Lalu, gimana cara menentukan (dan membangun) brand architecture yang tepat untuk bisnis? Di sini, Akarmula bakal ngasih beberapa insight yang bisa kamu terapkan saat berencana membangun brand architecture, mari kita ulas!
Langkah pertama yang perlu kamu lakukan adalah dengan melakukan riset. Riset ini penting banget karena bakal memberikan kamu informasi dan insight yang bisnismu butuhkan untuk mengatur produk dan layanan dengan cara yang masuk akal bagi brand, target pasar, dan industri.
Apa aja sih riset yang perlu kamu lakukan? Setidaknya, ada dua, yaitu brand audit dan riset pasar.
Dalam brand audit, kamu perlu melihat brand awareness, brand perception, brand assets, brand equity, sampai brand portfolio.
Sedangkan dalam riset pasar, kamu perlu gali insight terkait buyer persona, segmentasi pasar, apa produk yang mereka gunakan, sampai analisis kompetitor.
Tidak lupa juga, kamu perlu melihat visi, misi, dan value dari bisnismu agar brand architecture bisa sejalan dengan tujuan perusahaan.
Setelah kamu menggali insight lewat riset, sekarang kamu perlu gali potensi dari brandmu. Dalam menggali potensi dari brand, ada beberapa hal yang perlu kamu pertimbangkan, antara lain:
Setelah itu, kamu juga perlu mengidentifikasi peluang ekspansi dari brandmu. Cari tahu, kira-kira produk atau layanan baru dari bisnismu nanti apakah bakal menggunakan nama dari master brand?
Kuncinya, kamu perlu memahami implikasi dari brand equity, point-of-difference, dan point-of-parity dari brandmu.
Setelah gali berbagai insight dan mengidentifikasi peluang yang ada, saatnya kamu merumuskan sekaligus mengembangkan strategi dari brand architecture bisnismu.
Kalau tujuanmu ingin merombak brand architecture yang lama, langkah ini bakal sedikit sulit dan memerlukan keputusan yang mendalam. Ini karena kamu harus mempertimbangkan untuk mempertahankan suatu brand atau melepas brand tersebut jika tidak sesuai dengan brand architecture yang kamu inginkan.
Beda cerita kalau kamu ingin membangun brand architecture sejak awal. Di sini, kamu perlu memutuskan seberapa dekat hubungan antara sub-brand dengan master brand dalam bisnismu.
Di sini, kamu bisa menguji setiap arsitektur dan melihat bagaimana brand tersebut terlihat dalam setiap jenis brand architecture. Kemudian, kamu perlu membuat kelebihan dan keuntungan dari masing-masing jenis brand architecture terhadap brand tersebut.
Kalau sudah menemukan arsitektur yang cocok, saatnya bikin outline hubungan antara brand master, sub-brand, dan produk atau layanan dari bisnismu. Kamu perlu melihat bagaimana setiap aspek saling bekerja satu dengan yang lainnya.
Selain itu, kamu juga perlu mempertimbangkan sumber daya, baik budget, manpower, dan waktu. Beberapa pendekatan tentunya memiliki kebutuhan sumber daya yang berbeda-beda sehingga kamu perlu menyesuaikan dengan sumber daya yang dimiliki bisnismu saat ini.
Langkah terakhir yang perlu kamu lakukan adalah dengan memastikan struktur dari brand architecture bersama tim dan menerapkannya.
Karena brand architecture adalah bagian dari brand identity, kamu bisa nih memperkenalkan brand architecture bersamaan dengan strategi brand positioning secara keseluruhan. Namun, pastiin untuk menyertakan struktur hubungan antara master brand dengan sub-brand dan produk-produkmu.
Selain itu, seluruh tim dalam perusahaan juga kudu tahu nih peran strategis dari setiap brand dalam bisnismu dan bagaimana hubungannya dengan pelanggan.
Semakin bertumbuhnya brand, kamu juga perlu meninjau dan mengubah brand architecture dari bisnismu. Ini meliputi masuknya produk, penawaran, atau brand baru, baik karena perilisan produk atau akuisisi.
Dengan ini, kamu bisa mengatur tim dan struktur organisasi untuk membuat brand architecture dan bisnismu semakin efisien. Nantinya, ini bakal berdampak baik pada brand equity bisnismu.
Setelah kita bahas cara menentukan brand architecture, Akarmula bakal cerita sedikit nih bagaimana cara kamu membantu bisnis membangun brand architecture. Untuk kesempatan kali ini, kita bakal cerita tentang brand architecture dari Ibunda.id.
Jadi, Ibunda.id ini layanan konseling profesional dengan brand awareness yang cukup kuat. Bisnisnya pun tumbuh pesat sehingga mereka menambah berbagai penawaran baru.
Sayangnya, penawaran yang baru tersebut muncul sebelum arsitektur dari Ibunda.id – sebagai master brand – belum disusun. Hal ini dapat berpotensi terjadi kerancuan strategi komunikasi, bisa berdampak membuat brand jadi lemah.
Di sini, Akarmula bantu Ibunda.id untuk rebrand dan merapikan brand architecture-nya, membentuk kohesivitas yang baik antara Ibunda.id sebagai master brand dengan pelayanan yang ada di dalamnya.
Karena brand awareness Ibunda.id sendiri udah kuat, maka nama dan logo dari Ibunda.id ini tetap dipertahankan dan bakal berdampingan dengan layanan yang dimiliki. Namun agar kohesivitasnya terjaga, pemilihan masing-masing nama layanan dibuat mirip.
Oleh karena itu, Akarmula menggunakan jenis endorsed brand sebagai brand architecture-nya, memastikan Ibunda.id tetap hadir di atribut setiap sub-brand.
Hasilnya, ada tiga layanan atau sub-brand, yaitu WellMe by Ibunda.id, InsightMe by Ibunda.id, dan WorkMe by Ibunda.id. Kalau dilihat, penamaan mereka mirip dengan menawarkan layanannya masing-masing.
Kalau kamu masih bingung menentukan brand architecture untuk bisnismu, atau mempertimbangkan untuk melakukan rebranding, jangan khawatir. Akarmula siap bantu kamu lewat layanan brand strategy.
Lewat brand strategy service, Akarmula bakal bantu banyak hal buat brandmu, mulai dari brand positioning development, membentuk brand architecture yang tepat, sampai bantu kamu buat nyari nama brand, tagline, dan bikin visual identity untuk brandmu.
Penasaran gimana caranya Akarmula bisa bantu kamu buat memecah kebuntuan untuk brandmu? Kita bakal kasih rahasianya GRATIS lewat konsultasi bareng Brand Strategist Akarmula di sesi 60 Minutes About Your Brand! Booking sesinya di sini sekarang juga!